Rabu, 03 Agustus 2011

Semuanya berawal depan dan belakang rumah kami..

30 Juni 2011” Kamis”

Saya dan dua orang bibi pemilik rumah, bertetangga dengan Pak Oni dan Mama Nona. Pak Oni adalah seorang pengusaha yang juga mengurusi sawah dan tambak ikan bandeng. Sedangkan Mama Nona seorang guru penjas di sekolah yang sama tempatku mengabdikan diri menjadi seorang abdi Al Aliim.
Seperti biasanya, pada siang hari gabah milik Pak Oni akan dijemur di bawah teriknya matahari. Sedangkan saya, pada siang hari akan bercengkrama dengan piring, gelas, dan beberapa baskom hitam yang berisi air dan gelembung sabun. Di belakang rumah, seperti rumah lainnya. Satu dari rutinitas yang selalu saya lakukan selama berada dalam perantauan di Bumi CintaNya, Pulau Rote Ndao, NTT.
Salah satu pemandangan yang selalu saya saksikan sambil menikmati cuci piring saya adalah para “tokoh” dibalik para penjemur gabah milik Pak Oni. Sepanjang pengamatan saya, ternyata yang menjemur gabah tersebut adalah anak kecil. Perhatianku semakin terfokus pada wajah mereka. Wajah yang baru kukenali belum sampai satu bulan. Mereka adalah siswa-siswaku di sekolah. Sebagian besar laki-laki.
Pagi hari mereka belajar dan bermain bersamaku di sekolah. Siangnya, mereka bermain bersama tumpukan gabah bermandikan panasnya matahari. Hatiku terenyuh. Hanya bisa menghela nafas panjang. Mengamati aktivitas mereka dari belakang rumahku. Dan membatin “benar ini siswa yang saya ajar di sekolah?”. Sesekali, disela-sela aktivitasnya, mereka masih menyempatkan diri tuk menyapa dan melemparkan senyum kepada guru barunya. Bisajadi, kami sebenarnya saling mengamati. Mereka dengan padi yang akan dijemur, dan saya dengan tumpukan piringku. Yah..seperti itulah pemandangan dari belakang rumahku.
Tunggu..masih ada lagi! Nah..sekarang kita melangkah ke pemandangan dengan angel depan rumahku.
Siang hari di Papela, suhunya seperti cerita di novel yang menggambarkan suasana padang pasir di mesir. Panas dan kering. Sepulang dari tempat ini, saya yakin kulit anda akan semakin ecsotic. Kebiasaan saya kalau pulang sekolah-memberi salam, buka pintu, dan duduk menyandarkan kepala di kursi sambil memejamkan mata. Biasanya saya akan memutar kembali video kejadian di sekolah tadi. Saya tidak tahu, bagaimana ekspresi wajahku saat itu.
Tapi kemudian, aktivitas tersebut kadang “sedikit” terusik dengan teriakan “Ikaaaaan…Ikaaaan…”. Kedua mata ini membelalak, diri ini berusaha mengumpulkan semua kesadaran. Telinga berusaha mengenali sumber teriakan ikan tadi. Yang kemudian saya ketahui berasal dari teras depan rumah. Yah benar, suara itu milik seorang anak kecil yang sedang menjual ikannya kepada warga Dusun Papela.
Dan dada ini kembali menghembuskan nafas berat, begitu dalam. Hati kembali terenyuh. Belum selesai rasanya saya mengambil hikmah dari kejadian di “belakang rumah”. Sekarang Allah kembali mendidikku dengan pelajaran berharga dari “depan rumah”. Saya juga harus menyaksikan siswaku menjual ikan di saat matahari tepat berada di atas kepala. Speechless.
Rasa syukur tak terbendung lagi. Semuanya bercampur dengan haru. Rasa Malu dengan “malu-malunya” berusaha bersembunyi dibalik hati yang tak bisa menyembunyikannya. Malu pada diri sendiri melihat kegigihan siswa-siswaku dalam bekerja. Saya pun bercermin pada mereka. Ketika saya berada pada usia mereka, saya masih asyik menikmati asyiknya bermain. Saya dan saudaraku tidak perlu “repot” mengeringkan gabah dan menjual ikan, menjemur kulit di tengah panas Papela. Cukup dengan tidur siang saja, kami sudah bisa mendapatkan uang jajan sore.
Yah, semakin malu. Jika mengingat keluhan yang masih sering menghiasi mulut ini. Bahkan panas yang Allah anugrahkan pun, masih biasa saya keluhkan. Padahal dengan panas tadi, siswa-siswaku bisa dengan mudah menyelesaikan “pekerjaannya”. Astagfirullah al’adzim. Bayangkan jika matahari tak memancarkan cahaya seterik itu! Gabah-gabah di belakang rumah tak bisa kering dengan baik. Sementara ikan-ikan di depan rumah tak dapat dijajakan dengan cepat oleh penjualnya. Semuanya tidak lain dikerjakan oleh siswaku.
Begitulah hidup kawan! Allah selalu punya banyak cara untuk mendidikmu menjadi jundi yang banyak bersyukur. Entah itu di depan ataupun belakang rumahmu.

Nah..siang ini, apa saja yang telah terjadi di sekitar rumah anda..?

Tidak ada komentar:

Fabiayyi'ala irabbikuma tukazziban...

Fabiayyi'ala irabbikuma tukazziban...